Redaksi Detik19.com
Pemred Aktialdetik.com
Berdasarkan pasal 1 ketentuan umum dalam Undang-undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers, bahwa Pers adalah lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang melaksanakan kegiatan jurnalistik meliputi mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar, suara dan gambar, serta data dan grafik maupun dalam bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak, media elektronik, dan segala jenis saluran yang tersedia.
Sedangkan yang terkait dengan Asas, Fungsi, Hak, Kewajiban Dan
Peranan Pers dengan gamblang dituangkan didalam Bab II pasal 2 UU Pers, yakni Kemerdekaan pers adalah salah satu wujud kedaulatan rakyat yang berasaskan prinsip-prinsip demokrasi, keadilan, dan supremasi hukum.
Sedangkan terkait dengan fungsi-fungsi Pers dalam perannya, dan legitimasi hukum yang mendasarinya sebagai sebuah lembaga Informasi yang independen adalah dituangkan didalam pasal 3, ayat (1) Pers nasional mempunyai fungsi sebagai media informasi, pendidikan, hiburan, dan kontrol sosial, dimana dalam undang-undang ini ditegaskan pulak bahwa pers, di samping fungsi-fungsi tersebut ayat (1), pers nasional dapat berfungsi sebagai lembaga ekonomi.
Untuk memberikan kepastian hukum atas peranan Pers dalam melakukan tugasnya, Negara melalui pasal 4 ayat (1) UU Pers kemudian mengcover kehidupan Pers dengan sebuah jaminan hukum atas kemerdekaanya, dengan menegaskan, kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi warga negara. Bahkan pada ayat (2) disebutkan hal yang lebih spesifik bahwa terhadap pers nasional tidak dikenakan penyensoran, pembredelan atau pelarangan penyiaran dan kemudian, ditegaskan lagi pada ayat (3) untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hak mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi.
Beberapa penggalan dari Undang-undang Pers diatas adalah merupakan gambaran nyata tentang Dunia Pers Indonesia yang sebenarnya. Dan itu adalah sebuah “semangat” nyata yang ditularkan dari induk perundang-undangan Negara Republik Indonesia, yakni pada pasal 28 UUD 1945 dimana pasal ini berbicara tentang sebuah jaminan hukum atas kemerdekaan dan hak warga Negara untuk mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan informasi. Dan Pers adalah wujud dari hak kemerdekaan itu.
Sehingga akan terasa aneh jika ada pihak atau lembaga manapun yang kemudian mencoba untuk membatasi kemerdekaan ini. Undang-undang Pers yang satu-satunya sebagai penjaga “roh” kemerdekaan Pers memiliki 21 pasal ditambah dengan penjelasan-penjelasan dari beberapa pasal, namun dari 21 pasal itu, ada 20 pasal atau setara dengan 95% pasal dan ayat dalam UU Pers adalah terkait dengan Pers dan Wartawan. Artinya, sesungguhnya Undang-undang ini merupakan Undang-undang khusus mengatur dan memberikan legitimasi kuat terhadap keberadaan Pers dan Wartawan itu sendiri.
Bagi saya selaku Wartawan, dan selaku Pimpinan Redaksi di media aktualdetik.com, sekaligus selaku Pimpinan Organsiasi Pers DPD Riau Serikat Pers Republik Indonesia (SPRI), yang menjadi parameter untuk dunia Pers Indonesia adalah Undang-undang Pers, karena berisi tentang legitimasi dan dasar hukum atas dunia usaha Pers, profesi Pers dan Organsiasi Pers. Sebab hampir 100% muatan Undang-undang tersebut bersifat mengatur dan menentukan mekanisme dalam melaksanakan semua tugas dan fungsi serta peranan Pers.
Sementara melihat pada tugas dan tanggung jawab Dewan Pers yang di sebutkan didalam Bab V pasal 15 ayat (1) dan (2) dan (3) Undang-undang Pers, adalah tidak lebih hanya sebagai fasilitator, atau membantu para perusahaan Pers, Organsiasi Pers untuk mewujudkan kehidupan Pers sebagaiamana tertuang didalam 20 pasal lainya dalam Undang-undang Pers. Sehingga apa yang sesungguhnya untuk dilakukan oleh Dewan Pers adalah melakukan serangkaian pekerjaan untuk memperjuangkan, mempertahankan serta meningkatkan kehidupan Pers itu sendiri, karena yang paling utama dan yang pertama yang menjadi tugas pokok Dewan Pers adalah bersifat memproteksi Pers dari campur tangan pihak lain.
Jika kita pelajari dengan cermat dan bertanggung jawab terhadap apa yang “terselip” didalam semangat daripada seluruh isi pasal dan ayat-ayat didalam UU Pers adalah, kita dapat menemukan sebuah “roh” yang dinamakan Kemerdekaan. Tanpa itu, mustahil Undang-undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers ada ditangan kita saat ini. Semua insan Pers, tokoh politik, tokoh bangsa, masyarakat Indonesia, ahli hukum, dan para tokoh akademisi di era pra reformasi tahun 1999 sangat memahami ada apa dibalik lahirnya Undang-undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers. Itu adalah sebuah “ambang batas” antara hidup atau mati bagi nyawa Pers Nasional kala itu.
Maksud saya adalah, bicara tentang eksistensi Pers saat ini, aturan-aturan yang kita duga dibuat-buat untuk kepentingan lain diluar dari semangat Undang-undang Pers, tidak boleh ingkar atau khianat dari sebuah sejarah yang telah terukir dengan darah dan nyawa para tokoh Pers pejuang reformasi pada tahun 1999. Terlebih jika dikaitkan dengan pasal-pasal didalam Undang-undang ITE, yang sangat bertentangan dengan semangat kemerdekaan Pers, ini perlu perenungan bagi para ahli hukum dan aparat penegak hukum yang telah “berhasil” memenjarakan sejumlah “wartawan” di Tanah Air.
Menyambut Hari Pers Nasional tahun 2021 ini, yang jatuh pada tanggal 9 Februari 2021 adalah penting bagi seluruh insan Pers Nasional, untuk merenungkan kembali apa yang telah terjadi pada wajah Pers Indonesia.
Selain banyaknya “wartawan” Indonesia yang harus medekam dibalik jeruji besi karena pemberitaan sejumlah kasus, sejumlah aturan-aturan Dewan Pers diduga sarat dengan “manipulasi” makna penyelenggaraan Uji Kompetensi Wartawan (UKW), Verifikasi Perusahaan Pers, dan aturan-aturan lainnya, yang cenderung justru menghambat dan membatasi kemerdekaan Pers.
Sudah tidak rahasia umum lagi, bahwa jika seorang wartawan belum UKW, ala Dewan Pers atau “aliansinya”, dan perusahaan Pers yang tidak terverifikasi di Dewan Pers, maka diberi lebel wartawan dan media abal-abal. Sekalipun wartawan dan media tersebut telah puluhan tahun berkarya jurnalistik dan menerbitkan berbagai berita yang sesuai dengan kode etik jurnalistik. Siapapun tidak akan melihat ini sebagai sebuah kemerdekaan, melainkan paksaan dan cenderung pembunuhan karakter.
Bagaimana mungkin, wartawan yang sudah diakui tulisan dan karya jurnalistiknya berpuluh-puluh tahun, tetapi hanya tidak mengikuti program UKW ala Dewan Pers atau aliansinya, yang hanya berlangsung hitungan jam, di lebelin sebagai wartawan abal-abal, demikian juga jika perusahaan Pers yang tidak terverifikasi oleh Dewan Pers, di lebelin sebagai Perusahaan Pers abal-abal, ini bentuk “penjajahan” terselubung, oleh Dewan Pers, membunuh karakter insan Pers, bukan kemerdekaan, sangat bertentangan dengan pasal 9 ayat (1) dan (2) UU Pers.
Patut dipertanyakan kredibilitas dan kapasitas Dewan Pers dalam melakukan semua aturannya, yang diduga bertentangan dengan UU Pers. Dengan dasar hanya satu pasal dengan 7 ayat, nyaris Dewan Pers menguasai seluruh hak dan kemerdekaan perusahaan Pers dan insan pers (wartawan) di Indonesia. Ini sangat konyol dan saya sebut sangat “gila”. Legitimasi apa lagi yang Dewan Pers miliki untuk mewujudkan semua misinya, selain pasal 15 dalam UU Pers?
Bagi saya, jika mempelajari dan membolak balik Undang-undang Pers sebagai satu-satunya dasar bagi kelangsungan hidup Dunia Pers Indonesia, sesungguhnya tidak ada satu ayat pun didalam Undang-undang itu, yang mengindikasikan bahwa Dewan Pers dapat membuat peraturan atau ketetapan yang mengikat seluruh insan Pers dan Perusahaan Pers di Indonesia, selain kode etik jurnalistik. Sebagai referensi bagi semua masyarakat Indonesia, berikut saya kutip bunyi ayat-ayat dari pasal 15 Undang-undang Pers :
Pasal 15
(1)Dalam upaya mengembangkan kemerdekaan pers dan meningkatkan kehidupan pers nasional, dibentuk Dewan Pers yang INDEPENDEN.
(2)Dewan Pers melaksanakan fungsi-fungsi sebagai berikut:
a.Melindungi kemerdekaan pers dari campur tangan pihak lain
b.Melakukan pengkajian untuk pengembangan kehidupan pers
c.Menetapkan dan mengawasi pelaksanaan Kode Etik Jurnalistik
d.Memberikan pertimbangan dan mengupayakan penyelesaian pengaduan masyarakat atas kasus-kasus yang berhubungan dengan pemberitaan pers;
e.Mengembangkan komunikasi antara pers, masyarakat, dan pemerintah;
f.Memfasilitasi organisasi-organisasi pers dalam menyusun peraturan-peraturan di bidang pers dan meningkatkan kualitas profesi kewartawanan
g.Mendata perusahaan pers.
Dari pasal 15 UU Pers ini, kita dapat memahami dengan sangat jelas apa yang menjadi tugas dan peran Dewan Pers dalam rangka melindungi Kemerdekaan Pers, bahkan untuk lebih jelasnya, dapat di temukan lagi pada penjelasan pasal demi pasal pada bagian akhir Undang-undang Pers.
Sebagaimana kita ketahui, bahwa terkait permasalahan dunia Pers Tanah Air saat ini, polemik dan perdebatan terus terjadi antara perusahaan Pers, Wartawan dengan Dewan Pers, terkait berbagai aturan dan program Dewan Pers yang cenderung memaksa dan “menjajah” kemerdekaan Pers. Bahkan hal ini telah meruncing hingga pada ranah hukum, dimana kita ketahui, Serikat Pers Republik Indonesia (SPRI) dan organsiasi Pers lainya yang tidak terima dengan kenyataan ini.
Sehingga telah menempuh langkah hukum untuk meraih legitimasi Negara atas persoalan yang hingga kini belum berujung. Sehingga harapan sebagian besar insan Pers Indonesia, dan puluhan Organsiasi Pers Indonesia yang resmi, yang bukan konstituen Dewan Pers, Presiden RI, Joko Widodo, dapat dengan segera mengambil kebijakan atas realitas yang terjadi, demi mempertahankan Marwah dan kehormatan serta Kemerdekaan dan Independensi Pers Indonesia.
Saya juga mengomentari soal Independensi Dewan Pers. Sebagaimana didalam pasal 15 ayat (1) UU Pers, bahwa Dewan Pers dibentuk yang Independen. Berdasarkan terminologi kata Independen, maka berarti Mandiri atau (Berdiri Sendiri), mengurus dirinya sendiri dan tidak terikat dengan pihak lain. Namun faktanya Dewan Pers saat ini, sangat terikat bahkan tergantung pada Negara terkait sumber keuangan nya.
Pada tahun 2019 saja kita mengetahui, bahwa Dewan Pers menerima dana dari APBN sebesar Rp.19 Miliaran. Demikian pulak tahun-tahun berikutnya. Terakhir pada tahun 2021 ini diketahui berdasarkan informasi, bahwa Dewan Pers mengajukan anggaran ke Negara melalui komisi I DPR RI sebesar Rp.35 Miliaran. Artinya, ini menunjukkan wajah Pers Indonesia saat ini.
Apakah 260 juta rakyat Indonesia masih dapat mempercayai Pers saat ini, jika saja Dewan Pers yang dianggap sebagai “Dewa” Pers sudah tergantung pada anggaran Pemerintah? yang konon seharusnya menjadi alat kontrol bagi Pemerintah? Yang boleh adalah berbentuk sumbangan, atau pun bantuan dari Pemerintah, namun tidak terikat, dan rutin. Jika sudah rutin dan terikat, maka hilanglah makna Independensi.
Inilah Wajah Pers Republik Indonesia saat ini. Ibarat pepatah, jika bapak kencing berdiri, maka anak akan kencing berlari.. Saya dalam hal ini bukan dalam rangka membuka aib atau dosa siapapun, namun, sebagai insan Pers yang bekerja setiap hari sebagai perwujudan dari pasal 1 ayat (2) dan (4) UU Pers, setidaknya saya berusaha untuk menyampaikan kajian hukum saya, telaah saya, pendapat saya, terkait apa yang menjadi realitas kehidupan Pers saat ini dibawah kendali Dewan Pers, yang memang telah nyata dilapangan menjadi sebuah polemik berkepanjangan. Apakah masih ada harapan untuk kembali kepada semangat KEMERDEKAAN Pers yang sejati ?? Hanya TUHAN yang mengetahui. SEKIAN ( Detik19.com )
Sumber Aktualdetik.com ( Feri Sibarani )