Jakarta,Detik19.com – Jaksa Agung RI melalui Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum) Dr. Fadil Zumhana menyetujui 8 permohonan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif,Rabu 17 Januari 2024.
Kepala Penerangan Hukum Kejaksaan RI Dr Ketut Sumedana dalam keterangan resminya menjelaskan Tersangka Harnilita binti Muhaidin dari Kejaksaan Negeri Bengkulu Selatan, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
Tersangka Efrizal Primayuni bin Arpendi dari Kejaksaan Negeri Bengkulu Tengah, yang disangka melanggar Pasal 310 Ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
Usman bin Tobing dari Kejaksaan Negeri Pontianak, yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
M Septahadi Tumanggor bin Minsah Tumanggor dari Cabang Kejaksaan Negeri Batanghari di Muara Tembesi, yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian Jo Pasal 367 Ayat (2) KUHP tentang Pencurian dalam Keluarga Jo Pasal 65 Ayat (1) KUHP atau Kedua Pasal 372 KUHP tentang Penggelapan Jo 367 Ayat (2) KUHP tentang Pencurian dalam Keluarga Jo Pasal 65 Ayat (1) KUHP.
Muhammad Ridho bin (Alm.) Alfian dari Kejaksaan Negeri Muaro Jambi, yang disangka melanggar Pasal 372 KUHP tentang Penggelapan dan Pasal 378 KUHP tentang Penipuan.
Kasmir alias Andika bin Muhammad Salim dari Kejaksaan Negeri Bulungan, yang disangka melanggar Pasal 2 Ayat (1) Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951 tentang Senjata Tajam Subsidair Pasal 335 Ayat (1) ke-1 KUHP tentang Pengancaman.
Sirajudin alias Udin bin Aspani dari Kejaksaan Negeri Tarakan, yang disangka melanggar Pasal 80 Ayat (1) Jo Pasal 76C Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
Andi Nursiah alias Tow binti Andi Masnurang dari Kejaksaan Negeri Maros, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
Alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini diberikan antara lain:
Telah dilaksanakan proses perdamaian dimana Tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf.
Tersangka belum pernah dihukum,
Tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana.
Ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun.
Tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya.
Proses perdamaian dilakukan secara sukarela dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan, dan intimidasi.
Tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar.
Pertimbangan sosiologis, Masyarakat merespon positif.
Selanjutnya, JAM-Pidum memerintahkan kepada Para Kepala Kejaksaan Negeri dan Kepala Cabang Kejaksaan Negeri untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif sesuai Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum.
(Aldi)