Bentala.co.id – Mata uang rupiah kembali mengalami pelemahan pada Senin (11/1/2021). Bahkan, menjadi yang terburuk di Asia.
Depresiasi rupiah semakin membengkak hingga 0,86% di Rp14.100/US$. di pasar spot, rupiah mengakhiri perdagangan di level Rp 14.080/US$ atau melemah 0,72%.
Hingga pukul 15:13 WIB, hanya peso Filipina dan baht Thailand yang menguat melawan dolar AS, itu pun sangat tipis 0,03%.
Kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang lebih ketat, atau yang saat ini disebut Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) dianggap menjadi pemicu entimen negatif bagi rupiah.
Sementara dolar AS yang mulai bangkit sejak pekan lalu terus menekan rupiah, begitu juga mata uang utama Asia lainnya yang mayoritas melemah.
PPKM berlangsung di pulau Jawa dan Bali mulai hari ini hingga 25 Januari mendatang. Kebijakan tersebut diterapkan oleh pemerintah guna menekan penyebaran penyakit akibat virus corona (Covid-19).
Di daerah-daerah yang kena PPKM, perkantoran non-esensial diimbau menerapkan kerja dari rumah (work from home) 75%. Kegiatan belajar-mengajar belum bisa tatap muka di sekolah, masih jarak jauh.
Pusat perbelanjaan wajib tutup pukul 19:00 WIB. Restoran masih boleh menerima pengunjung yang makan-minum di tempat, tetapi maksimal 25% dari total kapasitas. Demikian pula rumah ibadah, boleh menampung jamaah tetapi dibatasi paling banyak 50%.
Alhasil, roda bisnis akan kembali melambat, dan pemulihan ekonomi kembali terhambat.
Sementara itu, indeks dolar AS hingga hari ini sudah menguat 4 hari beruntun, semakin menjauhi level terendah sejak Maret 2018.
Hingga sore ini, indeks yang mengukur kekuatan dolar AS ini menguat 0,21% ke 90,287. Ekspektasi bangkitnya perekonomian AS di tahun ini, serta kenaikan yield obligasi (Treasury) AS menjadi pemicu bangkitnya indeks dolar AS.
Selain itu, pernyataan para pejabat bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) yang menunjukkan optimisme pemulihan ekonomi membuat dolar AS “mengamuk”.
“Saya terdorong untuk melihat peningkatan indikator ekspektasi inflasi… Itu yang berusaha kami bantu” kata Thomas Barkin, Presiden The Fed Richmond dalam wawancara degan Reuters Kamis kemarin.
Di tempat berbeda, Presiden The Fed St. Louis, James Bullard mengatakan semua faktor yang akan memicu inflasi sudah ada, dari kebijakan moneter dan fiskal. Bullard mengatakan saat ini kebijakan fiskal sangat powerful, dan kemungkinan akan ada tambahan lagi saat pemerintahan Joseph ‘Joe’ Biden.
Sumber: CNBC Indonesia