Penulis : Umar
Sumber : Disbun Riau
PEKANBARU, Detik19.com — Terkait banyaknya pertanyaan berhubungan dengan kebijakan penghentian/moratorium eksport CPO oleh pemerintah apakah akan berpengaruh terhadap harga TBS produksi pekebun? Berikut penjelasannya :
1. Dalam penetapan Harga TBS, regulasi yg mengatur penetapan harga TBS tsb adalah Permentan 01/2018, khusus Provinsi Riau telah diatur secara teknis operasional dlm Pergub Riau No. 77/2020 tentang Tata Niaga TBS produksi pekebun Riau.
Didlm penetapan harga TBS telah diatur Permentan dan Pergub Riau dipengaruhi oleh Indeks K dan harga cpo serta harga pko (kernel) dunia, utk Indonesia kt mempedomani harga lelang di KPBN jakarta, lelang di KPBN berdasarkan harga cpo/pko di pasar dunia.
Indonesia sebagai negara produsen cpo terbesar di dunia tentu akan berkontribusi besar terhadap ketersediaan cpo dipasar dunia dan harga cpo dunia tentu akan terpengaruh dari ketersediaan bahan baku minyak goreng tersebut, artinya hukum demand dan supply akan berlaku, jika harga cpo dunia naik, tentu akan berdampak terhadap naiknya harga TBS pekebun, begitu juga sebaliknya, karena penetapan harga TBS sesuai regulasi mengacu kepada harga cpo/pko dunia.
Artinya, semakin tinggi harga cpo dan harga kernel serta Indek K, maka harga TBS akan semakin meningkat, demikian juga sebaliknya. Harga cpo dan harga kernel sendiri tergantung harga perdagangan dunia di pasar internasional.
2. Terkait kekhawatiran moratorium eksport CPO akan mengakibatkan over supply bahan baku TBS sawit produksi pekebun didalam negeri yg dikhawatirkan berdampak terhadap anjloknya harga TBS produksi pekebun karena tidak laku dijual kepabrik PKS hingga menjadi busuk dan menimbulkan kerugian bagi petani mungkin saja akan terjadi pada pekebun mandiri/swadaya yang belum mau untuk berkelompok/ berlembaga, sebenarnya sudah ada solusinya melalui regulasi Permentan 01/2018 dan Provinsi Riau telah mengatur itu melalui Peraturan Gubernur Riau no. 77/2020 ttg Tata Niaga TBS. Adapun substansi dan solusi dari kedua regulasi tersebut adalah melalui fasilitasi kemitraan antara Kelembagaan tani dangan Pabrik kelapa sawit, Rukun wajibnya harus tergabung dalam kelompok tani/mempunyai kelembagaan Tani, artinya dgn kemitraan yang dibangun tersebut akan memberi kepastian pasar bagi petani/kelembagaan tani dalam menjual buah TBS mereka dan bagi pihak PKS akan memberikan kepastian pasokan bahan baku TBS sesuai dengan kapasitas terpasang di Pabrik mereka khususnya PKS Non Kebun yang diikat dalam sebuah perjanjian kerjasama (MoU / SPK) yg difasilitasi oleh dinas yang membidangi perkebunan.
Kami menghimbau Mari petani sawit kita utk mau dan segera berlembaga/berkelompok (KUD, Kelompok Tani, Gapoktan) agar bisa kita mitrakan dgn PKS terdekat diareal kebun mereka agar terlindungi dan mendapatkan harga yang berkeadilan serta tidak akan berdampak seperti yg dikhawatirkan pekebun non mitra karena kebijakan moratorium tersebut.